Rabu, 27 Oktober 2010

korupsi sebagai penyakit masyarakat

KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL
Latar belakang
Masalah kesehatan jiwa banyak berkaitan dengan sejarah politik suatu bangsa. Apa yang selama ini disebut sebagai krisis multidimensional sebenarnya bertolak pada krisis kesehatan jiwa bangsa, yang harusditelusuri akarnya dari perjalanan sejarah bangsa ini. Budaya korupsi, jalanpintas, manipulasi dan tidak ada rasa malu, konflik horizontal dan kekerasan,serta narkoba, adalah manifestasi adanya gangguan kesehatan jiwa, yang selama ini nyaris dianggap biasa oleh kebanyakan orang, termasuk parabirokrat.
Perilaku korupsi oleh para pejabat, pegawai, bahkan sampai pada pamong desa pun dari jaman Indonesia belum merdeka hingga saat ini masih terus terjadi dan bahkan semakin menjamur di Indonesia. Bahkan menurut survey Transparansi Internasional, Indonesia termasuk 13 negara didunia yang paling banyak praktek korupsi di dalamnya. Korupsi merupakan perilaku dan mungkin sudah menjadi tradisi yang mendarah-daging dan berkembang biak di setiap sektor kehidupan masyarakat di Indonesia. Baik jabatan di lembaga negeri maupun swasta. Mulai dari pejabat paling rendah di tingkat kelurahan sampai di tingkat yang paling tinggi yakni lembaga eksekutif dan legislatif negara. Hingga masyarakat umum pun jadi ikut-ikutan berperilaku yang bisa dikatakan termasuk kategori korupsi, misalnya penjual di pasar tradisional yang sering mengurangi atau berbuat curang dalam menggunakan timbangan/neraca barang dagangan, dan contoh-contoh perbuatan korupsi atau kecurangan lain yang masih banyak lagi dan selalu ada di sekitar kita sehari-hari.
Penegakan hukum serta pengusutan secara tuntas dan adil terhadap tindak korupsi memang harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu. Akan tetapi, pemahaman yang mendalam dan lebih fundamental juga diperlukan, agar menumbuhkan sikap arif untuk bersama-sama tak mengulang dan membudayakan korupsi dalam berbagai aspek kehidupan kita, sehingga tidak terjadi apa yang dikatakan "patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu" seperti sel kanker ganas karena akarnya yang telah meluas, maka semakin dibabat semakin cepat penyebarannya.


PEMBAHASAN
Korupsi, seperti kita tahu, ada dua macam, pertama, penyalahgunaan dana anggaran untuk keperluan yang tidak semestinya atau mark-up dari kebutuhan riil. Kedua, penarikan upeti pada rakyat yg membutuhkan layanan atau bantuan. Kedua tipe korupsi ini sudah sangat merata di Indonesia.
Indonesia adalah negara yang kaya, tetapi pemerintahnya banyak utang dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan permanen. Sejak zaman pemerintahan kerajaan, kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini, kehidupan rakyatnya tetapsaja miskin. Akibatnya, kemiskinan yang berkepanjangan telah menderanya bertubi-tubi sehingga menumpulkan kecerdasannya dan masuk terjerembap dalam kurungan keyakinan mistik, fatalisme, dan selalu ingin mencari jalan pintas.
Kepercayaan terhadap pentingnya kerja keras, kejujuran, dan kepandaian semakin memudar karena kenyataan dalam kehidupan masyarakat menunjukkan yang sebaliknya, banyak mereka yang kerja keras, jujur dan pandai, tetapi ternyata bernasib buruk hanya karena mereka datang dari kelompok yang tak beruntung, seperti para petani, kaum buruh,dan guru. Sementara itu, banyak yang dengan mudahnya mendapatkan kekayaan hanya karena mereka datang dari kelompok elite atau berhubungan dekat dengan para pejabat, penguasa, dan para tokoh masyarakat.
Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap rasionalitas intelektual menurun karena hanya dipakai para elite untuk membodohi masyarakat saja. Sebaliknya, masyarakat menjadi lebih percaya adanya peruntungan yang digerakkan oleh nasib sehingga perdukunan dan perjudian dalam berbagai bentuknya semakin marak di mana-mana. Mereka memuja dan selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat, baik kekuasaan maupun kekayaan. Korupsi lalu menjadi budaya jalan pintas dan masyarakat pun menganggap wajar memperoleh kekayaan dengan mudah dan cepat.
Jika sudah sampai pada tahap ini, maka perilaku korupsi dapat dikategorikan sebagai perilaku patologis. Dan patologis yang bersifat sosial karena korupsi dapat menimbulkan efek domino (mudahnya perilaku ini menular) dan menyebabkan terjadinya perilaku-perilaku negatif yang lain.
Permasalahan korupsi di Indonesia merupakan masalah yang kompleks. Karena itu pemberantasan praktek korupsi ini harus dilakukan secara menyeluruh dengan memahami persoalannya secara komprehensif melalui faktor penyebab dan menganalisa akibatnya. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah Faktor Apakah yang menyebabkan individu melakukan korupsi?Bagaimana perilaku korupsi menular dan menjangkit iindividu di setiap elemen masyarakat? Yang kemudian menjadi penyakit patologis sosial.Faktor-faktor patologis apa yang berkaitan dengan perilaku korupsi?Bagaimana dampak serta penanggulangan terhadap perilakukorupsi di Indonesia?
Dalam konteks psiko-sosial, hobi korupsi disebabkan oleh banyak halantara lain; reposisi kemiskinan yg berakibat pada ketamakan luar biasa,pandangan martabat diri artifisial (tidak hakiki) yang didasari oleh pola pikir materialistik, dan lain-lain. Yang pada gilirannya mengarah pada ketidakpedulian atas akibat perbuatan terkutuknya pada nasib negara,bangsa dan individu rakyat secara keseluruhan.
Para Koruptor di Indonesia juga diuntungkan dengan produk hukum penjajah Belanda yang sangat memihak oknum tsb(sangat wajar mengingat mereka dahulu adalah pelaku dari tindakan tersebut). Sebagian besar produk hukum kolonial yang menjadi acuan tersebut tidak jelas dan suda hsangat ketinggalan jaman.
Klop lah dua penyebab diatas menjadi penyubur budaya korupsi dimasyarakat. Yang pertama adalah sebuah pathology sosial yang telah amat-sangat akut, yaitu budaya koruptif, jalan pintas, materialistis berlebihan hingga menempuh jalan-jalan instan yang berbahaya, budaya memanipulasi dan budaya permisif dalam amanah. Dan Kedua, kemudian bertemu dengan realitas hukum yang amburadul, baik systemnya maupun para penegaknya dan akhirnya penegakannya atau produk hukumnya.
Disinilah akhirnya yang memperparah korupsi sebagai pathology sosial itu, karena masyarakat menilai hukuman bagi para koruptor itu sangatlah ringan miliaran s/d triliunan hanya beberapa tahun saja, bahkan kasus BLBI yang merugikan negara hingga 600-an triliunan dan hingga kini masih terasa efeknya, sangat sedikit koruptornya yang telah disidang atau dipenjara.Akhirnya masyarakat merasa bahwa tetap menguntungkan menjadi pejabat korup walaupun tertangkap karena hukumannya beberapa tahun saja,seterusnya dia dapat hidup nyaman, apalagi jika tidak tertangkap bukan main beruntungnya
pemahaman masyarakat tentang korupsipun akhirnya ikut terdistorsi.dari awalnya masyarakat menganggap perilaku korupsi itu sebagai pathology sosial, suatu penyimpangan, penyakit masyarakat, saat ini masyarakat merasa orang tidak mungkin eksis kalau terlalu jujur. Akhinnya perilaku korup itu menjadi suatu sosial behaviour (perilaku masyarakat/perilaku sosial). ini misalnya dapat dilihat dari kalimat jujur dan cerdas, dimata masyarakat jujur saja itu salah, tetapi ketika jujur dan cerdas, maka itulah yang benar, karena menurut mereka jujur itu cenderung bermakna bodoh. ini sebenarnya suatu pretensi tetapi dengan berdasarkan fakta.faktanya adalah system di indonesia mengharuskan orang untuk mendukungperilaku koruptif, manipulatif, dan permisif. Saya contohkan, di jakarta, jika anda membuat ktp berapa biaya sebenarnya yang harus dikeluarkan dan berapa ternyata anda keluar biaya ? biayanya sebenarnya hampir tidak ada, tetapi anda bisa keluar biaya sangat besar dari 20rb hingga 50rb mungkin lebih. sama halnya, jika kemudian anda menikah. padahal mengurus menikah itu kita berurusan dengan departemen Agama, sesuatu yang sakral, mayoritas kaum santri lulusan IAIN atau UIN (sekarang), tetapi jika berhubungan dengan korupsi ya sama saja.Saat ini di setiap kelurahan di Jakarta ada program pemberdayaan masyarakat (PPMK), yang digulirkan pemda dengan dana 2 milyar setiap kelurahan. Setiap pelaksana program tersebut mendapat honor dan seharusnya program tersebut tidak berbunga. Tetapi hampir tidak ada wilayah yang membebaskan peserta program tersebut dari biaya, artinya program tersebut tetap berbunga, walaupun lebih kecil dari bunga bank






PENUTUP
Sektor-sektor pelayanan publik di Indonesia sangat rentan korupsi,walaupun bisa jadi kadang-kadang, nilainya (menurut pelaku) sangat kecil,sekedar salam tempel, tetapi itulah yang meyuburkan perilaku permisi famanah, dan koruptif. Pada akhirnya masyarakat kita cenderung apatis,pesimis, dan pragmatis dalam memandang perkara Korupsi ini. Dan itu menjadikan mereka (masyarakat umum) terbiasa tidak disiplin,menyepelekan peraturan (karena terang-terangan dilanggar aparat), serta senang dengan jalur-jalur instant (meskipun berbahaya).
Korupsi telah menjadi sebuah penyakit dalam masyarakat dan sangat menyusahkan kehidupan masayarakat sebuah Negara yang banyak di huni oleh para koruptor seperti Indonesia pada saat ini. Korupsi sebagai patologi memang sudah sepantasnya di babat habis, namun yang jadi pokok persoalannya ialah para pembasmi koruptor ini malah berubah menjadi koruptor baru dan juga system birokrasi pemerintahan yang ada di Indonesia seakan melanggengkan tindak pidana korupsi, padahal secara konstitusi maupun sosial, jelas sekali bahwa prilaku korupsi merupakan sebuah tindakan menyimpang danmelanggar hukum.
Referensi:
Hargens B. 2005. Ginealogi Korupsi Di Indonesia. Media Indonesia
Online.
http://abasyir.blogspot.com/2008/07/korupsi-pathology-sosial-atau-
perilaku.html diakses pada 14 maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar